Kamis, 06 Desember 2018

Gizi, Solusi Masalah Kesehatan dan Pertumbuhan Anak


             Pentingnya pemenuhan gizi di awal kehidupan bagi pertumbuhan positif generasi sebuah bangsa sudah terlihat di berbagai negara. Pemenuhan gizi awal kehidupan sebagai modal untuk membangun hidup sehat, cerdas, dan produktif bagi generasi mendatang harus menjadi perhatian negara. Sayangnya, pemenuhan gizi di Indonesia masih sangat rendah. Bahkan masih ditemukan kondisi defisiensi pada beberapa zat gizi, yaitu protein, asam lemak esensial, zat besi, kalsium, yodium, zink, vitamin A, vitamin D, dan Asam Folat.

           Data yang dirilis Global Nutrition Report tahun 2014 menyebutkan, prevalensi stunting atau perawakan pendek di Indonesia mencapai 37,2 persen. Angka tersebut menempatkan Indonesia sebagai negara terbesar kelima yang berkontribusi terhadap besarnya anak balita stunting di dunia.

               Asupan rendah Vitamin D, kekurangan (deficiency) Vitamin D, dan ketidakcukupan (insufficiency) Vitamin D tidak hanya terjadi pada anak-anak di Eropa, tetapi juga di Asia. Indonesia termasuk negara yang menunjukkan prevalensi kekurangan Vitamin D pada anak yang cukup tinggi. Studi Seanut Indonesia 2013 menunjukkan prevalensi kekurangan Vitamin D pada anak-anak Indonesia berumur 2-4,9 tahun adalah sebesar 42,8 persen di desa dan 34,9 persen di kota.

              Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia Institut Teknologi Bogor Prof Hardinsyah MS mengatakan, masalah gizi di Indonesia masih memprihatinkan. Hal tersebut terlihat dari jumlah balita bertumbuh pendek (stunting) akibat kekurangan gizi di Indonesia masih tinggi yang mencapai 37,2 persen atau 8,8 juta balita Indonesia pada 2013.
"Pemenuhan gizi seimbang terutama bagi calon ibu hamil, ibu hamil, ibu menyusui, dan balita terus diperlukan. Terutama difokuskan pada zat gizi yang masih defisiensi seperti protein, asam lemak esensial, zat besi, kalsium, yodium, zink, vitamin A, vitamin D, dan asam folat," ungkap Prof Hardinsyah, di Jakarta, belum lama ini.

            Prof Hardiansyah menjelaskan, masalah stunting pada anak memang erat sekali kaitannya dengan pemenuhan nutrisi, terutama dalam 1.000 hari pertama kehidupan yang dimulai sejak dalam kandungan. Untuk itu, ibu hamil diingatkan untuk selalu memperhatikan kecukupan vitamin D dan kalsium sebagai zat yang memengaruhi pembentukan tulang janin.

         Kalsium dan Vitamin D memang sangat dibutuhkan ibu hamil dalam proses pembentukan tulang janin. Bila kekurangan zat tersebut, maka pembentukan tulang janin akan rendah dan lamban, sehingga menjadi kurang padat. Kondisi tulang janin yang mulai terbentuk sejak dalam kandungan tersebut akan memengaruhi tinggi badan bayi ketika dilahirkan.
"Bila zat yang dibutuhkan tulang tersebut kurang, biasanya bentuk tulangnya jadi tidak normal, dan itu akan memengaruhi tinggi badan sang bayi," jelas Hardiansyah.

            Sementara itu, Direktur Developmental Physiology & Nutrition Danone Nutricia Early Life Nutrition Dr Martine Alles mengatakan, negaranya juga pernah mengalami hal serupa dengan Indonesia. Namun, Belanda mendokumentasikan perubahan pertumbuhan generasi yang positif sejak 1858, yang dicerminkan dari peningkatan rata-rata tinggi badan, dari sekitar 163 cm pada awal abad ke-19 sampai dengan sekitar 184 cm pada akhir abad ke-20. Khusus dalam 42 tahun sejak 1955 sampai 1997, Belanda mencatat peningkatan rata-rata tinggi badan hampir 10 cm pada anak, remaja, dan dewasa muda.
       "Selain masalah kebersihan dan keluarga berencana, kontributor utama bagi perubahan pertumbuhan generasi yang positif ini adalah peningkatan gizi dan kesehatan anak," papar dia.

Berat Badan Lahir
Selain tinggi badan, lanjut Dr Martine, Belanda juga mengalami peningkatan berat badan lahir. Pada 1989–1991, rata-rata berat badan lahir adalah 3.370 gram, sedangkan pada 2004–2006 berat badan lahir naik menjadi 3.430 gram.
Dia menjelaskan, periode 1.000 hari pertama kehidupan anak adalah periode penting bagi pertumbuhan anak-anak. Sebab, pada periode tersebut terjadi pertumbuhan fisik dan penambahan massa otak, serta pengembangan signifikan kemampuan kognitif, tulang, imunitas, sistem pencernaan, dan organ-organ metabolisme. Kualitas pertumbuhan yang dialami pada periode ini akan memengaruhi kesehatan mereka di masa depan. Bangsa Belanda telah membuktikan pengaruh kuat gizi terhadap kualitas pertumbuhan di awal kehidupan.

"Pada Perang Dunia II, wanita-wanita Belanda yang mengalami kurang gizi dan gizi buruk akibat kelaparan, melahirkan bayi-bayi dengan berat badan lahir rendah dan memiliki risiko tinggi terhadap obesitas, sindrom metabolisme, dan diabetes pada usia dewasa," jelas dia.
Kasus internasional juga menunjukkan Vitamin D sebagai salah satu zat gizi yang memengaruhi kualitas pertumbuhan anak-anak. Pada abad ke-19 terjadi insiden penyakit riketsia (pertumbuhan tulang dalam bentuk abnormal) yang melanda Eropa dan Amerika Serikat, khususnya di daerah perkotaan, yang disebabkan oleh kurang terpaparnya anak-anak pada sinar matahari. Pengobatan yang dilakukan kemudian adalah penggunaan minyak ikan pada abad ke-20 dan penetapan Vitamin D sebagai fortifikasi mentega sejak 1961.

"Meningkatnya penyakit riketsia ternyata menyingkapkan manfaat lain Vitamin D. Selain memperbaiki pertumbuhan tulang, Vitamin D juga berpengaruh terhadap imunitas adaptif," tambah Dr Martine.

Head of Corporate Affairs Sarihusada Arif Mujahidin mengatakan, contoh-contoh pengalaman di berbagai negara, baik negara maju maupun negara berkembang, dalam mengoptimalkan gizi yang tepat sebagai solusi bagi berbagai permasalahan kesehatan, khususnya terkait pertumbuhan dan perkembangan.
Contoh-contoh pengalaman tersebut diharapkan dapat memberikan masukan bagi Indonesia dalam melakukan perbaikan-perbaikan gizi. Selain itu, pengetahuan lokal juga diperlukan bagi masyarakat Indonesia untuk mengetahui bersama masalah yang dihadapi terkait gizi.

"Kami berharap apa yang disampaikan dalam Nutritalk kali ini dapat digunakan sebagai masukan dan referensi bagi pengembangan solusi perbaikan gizi untuk membangun generasi bangsa Indonesia yang semakin berkualitas," tutup Arif.

Sumber: Investor Daily 

http://www.beritasatu.com/kesehatan/261087-gizi-solusi-masalah-kesehatan-dan-pertumbuhan-anak.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

HOBBY

  1. HUNTING         LOCATION : GEREJA KATOLIK, SURABAYA I WISH TO PARIS! NOTHING IS IMPOSSIBLE 2. HIKING   GO....